Rabu, 05 Juni 2013

SEJARAH HIDUP BUDHA



I.     SEJARAH HIDUP BUDHA
RIWAYAT SIDHARTA GAUTAMA
A.  Kehidupan Sang Buddha
1.    Kelahiran Bodhisattva
Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 Sebelum Masehi di Taman Lumbini. Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi Seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan pasti meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Bu
ddha. Empat macam peristiwa itu adalah : 1. Orang tua, 2. Orang sakit, 3. Orang mati, 4. Seorang pertapa.[1]
Saat ia dilahirkan, bumi menjadi terang benderang, seberkas sinar sangat terang mengelilingi bodhisattva yang baru lahir itu. Sesaat ia dilahirkan, Bodisattva berjalan tujuh langkah diatas tujuh kuntum bunga ke arah utara, dengan jari telunjuk tangan kanan menunjuk kelangit, dan jari telunjuk tangan kiri menunjuk ke bumi, yang artinya Akulah teragung, pemimpin alam semesta, guru para dewa dan manusia. para dewa yang mendampingi menjatuhkan bunga dan air suci untuk memandikannya. Juga bersamaan waktu lahirnya, tumbuhlah pohon Bodhi.
2.      Pada umur 12 tahun
Pangeran sidharta telah menguasi berbagai ilmu pengetahuan, ilmu taktik perang, sejarah, dan pancavidya, yaitu: sabda (bahasa dan sastra); silpakarmasthana (ilmu dan matematika); cikitsa (ramuan obat-obatan); hatri (logoka); adhyatma (filsafat agama). Dia juga menguasai Catur Veda rgveda(lagu-lagu pujian keagamaan): yajurveda (pujian untuk upacara sembahyang); athavarveda(mantra)
B.     Sang Budha Mendapatkan Penerangan Tertinggi
1.      Pangern siddharta Meninggalkan istana
Sebelum meninggalkan istana , Pangeran telah memohon izin kepada ayahnya, tetapi Ayahnya berusaha mencegahnya, tetapi Ayahnya tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh Pangeran kepadanya. Antara lain dikatakan oleh Pangeran, bahwa ia tidak akan jadi pergi, apabila ayahnya dapat memberikan kepadanya kemudaan yang kekal, kecantikan yang kekal, kesehatan yang kekal dan hidup yang kekal.[2]
Pangeran kemudian pergi kekamar Yasodhara untuk melihat istri dan anaknya sebelum pergi untuk bertapa. Istrinya sedang tidur nenyak dan memeluk bayinya.Setelah sampai di luar kota Pangeran berhenti sejenak dan memutar kudanya untuk melihat kota Kapilavattu untuk terakhir kali (di tempat itu kemudian didirikan sebuah cetiya yang dinamakan Kanthakanivattana-cetiya).
2.      Penerangan Agung
Pada suatu malam di bulan Waisak ketika bukan purnama, ditepi sunagi Neranjara, ketika ia sedang menghentikan cipta dibawah pohon Assatta (pohon Boddhi) dengan duduk padmasana melakukan meditasi dengan mengatur pernapasannya, maka datanglah petunjuk kepadanya sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang meliputi hal berikut:
a.       Pubbenivasanussati, yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali.
b.      Dibacakkhu, yaitu pengetahuan dari mata dewa dan mata batin,
c.       Cuti Upapatana, yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentuk-bentuk kehidupan, bik atau buruk, bergantung pada prilaku masing-masing.
d.      Asvakkhayanana, pengetahuan tentang padamnya semua kecendrungan dan avidya, tentang menghilangkan ketidaktahuan
C.       Sang Budha Mengajarkan Dharma
Setelah itu sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya kepada orang lain, karena Dharmanya hanya dapat diterima orang arif bijaksana, maka ia pergi ke Banares untuk menemukan murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu, tetapi setelah melihat keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali mengikuti ajarannya. Kepada mereka lalu diajarkan empat kesunyataan itu.
Peristiwa-peristiwa tersebut diatas sangat penting dalam agama Buddha, yang disebut “Dharmma Cakra Pravantana Sutra”, yaitu “pemutaran roda dharmma” yang selalu diperingati oleh para penganut agama Buddha. Begitu juga taman isi patana di Benares yang merupakan tempat asal mula kelahirana ajaran Buddha dan Sangha, apar pemula penganut ajaran Buddha, merupakan tempat suci bagi umat Buddha. Sejak peristiwa pemutaran Rodha dharma tersebut mulailah siddharta Goutama yang telah menjadi Buddha itu, menyebarkan ajaran diseluruh India mulai dari kota Rajagraha yang berpokok pada empat kebijakan kebenaran bahwa:
-           kehidupan manusia itu pada dasrnya tidak Bahagia
-          sebab-sebab tidak bahagia karena memikirkan kepentingan diri sendiri terbelengggu oleh nafsu,
-           pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu dapat ditekan habis jika semua nafsu dan hasrat dapat ditiadaan, yang dalam ajaran Buddha adalah Nirwana,
-          Menimbng benar, berpikir benar, berbuat benar, mencari nafkah, berusaha yang benar, mengingat yang benar, meditasi yang benar.
Selama 45 tahun lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga dari sekitar 60 orang anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya, yang memerlukan banyak Wihara, pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya sekitar 180 KM dari kota Banares. Ia meninggal tanpa petunjuk siapa yang menjadi penerus, sehingga di kemudian hari ajaran terpecah menjadi dua golongan yaitu Teravadha  ( Hinayana ) dan Mahasangika (Mahayana).
                        Pengertian Buddha, Dharma, dan Triratna
·         Pengertian Buddha
Buddha berasal dari bahasa sansekerta  budh berarti menjadi sadar, kesadaran sepenuhnya; bijaksana, dikenal, diketahui, mengamati dan mematuhi. (Arthur Antony Macdonell, practical Sanskrit Dictionary, Oxford University Press, London, 1965).
Tegasnya Buddha adalah seseorang yang telah mencapai penerangan atau pencerahan sempurna dan sadar akan kebenaran kosmos serta alam semesta. “Hyang Buddha’’ adalah seorang yang telah mencapai penerangan luhur, cakap dan bijak menuaikan karya-karya kebajikan dan memperoleh kebijkasanaan kebenaran mengenai nirvana serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau keselamatan kepada dunia semesta sebelum parinirvana.
Hyang Buddha yang berdasarkan sejarah bernama Shakyamuni pendir Agama Buddha. Hyang Buddha yang berdasarkan waktu kosmik[3] ada banyak sekali dimulai dari Dipankara Buddha.[4]
·         Pengertian Dharma
Hukum kebenaran, Agama, hal, hal-hal apa saja mengenai agama Buddha. Berhubungan dengan ajaran agama Buddha sebagai agama yang sempurna.
Dharma mengandung 4 (empat) makna utama:
1.      Doktrin
2.      Hak, keadilan, kebenaran
3.      Kondisi
4.      Barang yang kelihatan atau phenomena
Buddha Dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan atau kegelapan  batin dan unsure-unsur agama, kebaktian, filosofis, psikologi, falsafah, kebatinan, metafisika, tata susial, etika dan sebagianya.
·         Triratna
Seorang telah menjadi umat Buddha bila ia menerima dan mengucapkan Triratna (Skt) atau tiga mustika (Ind) yang berarti Buddha, Dharma, Sangha. Pada saat sembahyang atau kebaktian didepan altar Hyang Buddha. Triratna secara lengkap diucapkan dengan tenang dan khusyuk sampai tiga kali atau disebut trisarana. Trisarana adalah sebagai berikut:
Bahasa Sansekerta
      Buddhang Saranang Gacchami
      Dharmang Saranang Gacchami
      Sanghang Saranang Gacchami
     
      Dwipanang Buddhang Saranang Gacchami
      Dwipanang Dharmang Saranang Gacchami
      Dwipanang Sanghang Saranang Gacchami

      Tripanang Buddhang Saranang Gacchami
      Tripanang Dharmang Saranang Gacchami
      Tripanang Sanghai Saranang Gacchami
Bahasa Indonesia:
      Aku Berlindung kepada Buddha
      Aku Berlindung kepada Dharma
      Aku Berlindung kepada Sangha

      Kedua kali Aku Berlindung kepada Buddha
      Kedua kal Aku Berlindung kepada Dharma
      Kedua kali Aku berlindung kepada Sangha

      Ketiga kali Aku Berlindung kepada Buddha
      Ketiga kali Aku Berlindung kepada Dharma
      Ketiga kali Aku Berlindung kepada Sangha.[5]
Pengakuan pada Dharma berarti mempercayai kebenaran hukum-hukumnya dengan kewajiban menjalankan dasar-dasar ajaran kelepasan hidup serta peraturan-peraturan lainnya. Dasar-dasar ajaran kelepasan tersebut adalah yang disebut Arya- satyami (Arya: utama Satyami : kebenaran yang terdiri dari 4 kenyataan hidup sebagai berikut:
1)      Bahwa dalam kehidupan di dunia ini penuh dengan hal-hal yang menyedihkan dan kesengsaraan, maka disimpulkan bahwa hidup itu menderita.
2)      Bahwa manusia berada oleh karena mempunyai nafsu keinginan untuk berada (hidup). Keadaan hidupnya itu adalah penderitaan karena terikat oleh samsara (menjelma berkali-kali).
3)      Jika tidak lagi punya nafsu keiginan: maka penderitaan samsara dapat dihilangkan yaitu dengan memadamkan nafsu keinginan tersebut (tresna).
4)      Cara menghilangkan nafsu keinginan itu ialah melakukan 8 jalan kebenaran (disebut dengan Astavidha) yang terdiri dari:
a.       Mengikuti pelajran yang benar.
b.      Melaksanakan niat (keinginan) yang baik.
c.       Mengucapkan perkataan yang baik dan tepat.
d.      Menjalankan usaha yang baik (halal).
e.       Melakukan pekerjaan yang baik.
f.       Memusatkan perhatian dengan baik.
g.      Mencari nafkah dengan baik.
h.      Melakukan tafakur dengan baik.
Dengan dasar Aryasatyami tersebut dapat diketahui bahwa agama Buddha mendidik pengikut-pengikutnya untuk berhati-hati serta bersungguh-sungguh dalm menjalankan suatu kewajiban atau pekerjaan mengingat bahwa dunia sekitar manusia ini dianggap penuh dengan hal-hal yang dapat mencelakakan karena ada 3 anasir keduniawian:
1)      Adanya Kama, yakni nafsu cinta.
2)      Adanya Dwesa, yakni rasa benci kepada orang lain.
3)      Adanya Moha, yakni mabuk (dalam segala bentuknya)
Untuk menegakan Dharma, maka pengikut-pemgikut Buddha pada umumnya wajib menjauhi larangan-larangan dalam hal-hal sebagai berikut:
1)      Dilarang melakukan pembunhan terhadap semua makhluk (misalnya peperangan dan sebagainya).
2)      Dilarang melakukan pencurian atau perampokan atau penyerobotan dan sebagainya.
3)      Dilarang melakukan perbuatan asusila, misalnya perzinahan.
4)      Dilarang meminum, minuman yang memabukan (minuman keras).
Adapun kewajiban khusus para anggota Sangha (orde pendeta) selain lima macam tersebut diatas ditambah lagi dengan 5 macam larangan yaitu:
1)      Dilarang makan dan minum diwaktu yang dilarang (misalnya waktu berpuasa).
2)      Dilarang mendatangi tempat-tempat yang dipergunakan untuk hidup makisat (misalnya tempat hiburan, pertunjukan-pertunjukan).
3)      Dilarang menghias diri (misalnya dengan pakaian baik memakai hiasan emas, belian dll)
4)      Dilarang tidur diatas tempat tidur yang baik.
5)      Dilarang menerima hadiah-hadiah yang berupa uang dan lain-lain benda berharga.
Sepuluh larangan tersebut kemudian disebut dengan “DASA SILA” (10 dasar).[6]
Pengertian Sadha dan Panca Sadha
a.      Kata Saddha adalah sebutan dalam bahasa Pali atau sradha sebutan dalam bahasa sansekerta.
Arti kata Saddha atau Sradha ialah keyakinan atau kepercayaan-Benar (confident).
b.      Dalam ajaran agama Buddha, sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan yang ditimbulkan oeh suatu yang nyata. Inilah yang disebut dengan Saddha. Atau dapat diartikan sebagai keyakinan yang telah mencakup pengertian percaya di dalamnya.
Jadi kata Saddha itu, dapat juga diartikan sebagai:
1)      keyakinan
2)      kepercayaan-Benar
3)      keimanan dalam Bakti
c.       saddha bukanlah suatu kepercayaan yang membuta, melainkan suatu kepercayaan yang dimiliki para siswa dalam sekolah menengah, dimana siswa-siswa yakin akan adanya atom dan molekul. Tetapi mereka tidak dapat membuktikannya. Mereka terima itu karena percaya pada para sarjana yang menguraikannya. Tetapi kepercayaan uni tidak dapat disebut kepercayaan membuta. Di perguruan tinggi atau Universitas mereka mendapat kesempatan untuk melakukan percobaan untuk menguji kebenaran teori ilmu alam dan kimia tadi.
Demikian pula siswa agama Buddha pada tingkat permulaan yakin akan kebenaran beberapa ajaran Dhamma yang mereka dengar dari guru agamanya. Tapi setindak demi setindak dalam perjalanan mereka diatas jalan yang ditunjuk YMS Buddha Gautama akan membawanya pada kebenaran ajaran Dhamma yang tiada bandingnya.
Saddha Mengandung Tiga Unsur
Salah seorang pujangga Buddhis yang terkemuka, yang hidup abad ke IV bernama Asanga dan telah mengatakan bahwa Saddha itu mengandung tiga unsure yaitu:
1)      keyakinan kuat terhadap sesuatu hal.
2)      Kegembiraan mendalam terhadap sifat-sifat yang baik.
3)      Harapan memperoleh sesuatu di kemudian hari.
Panca Saddha (Lima Keyakinan umat Buddha)
1)      Keyakinan Terhadap Sang Hyang Adhi Buddha, Para Buddha
Tuhan dalam agama Buddha bukanlah hal yang baru, melainkan hal yang telah lama di kembangkan, sejak pada abad ke IV M dari Negara bagian Benggala, tempat kota kelahiran Acarya Asangha.[7]
Pengaruh  Tantra menimbulkan pada Mahayana ajaran tentang Adhi Buddha, yaitu Buddha yang pertama, yang dipandang  sudah ada pada mula pertama, yang tanpa asal, yang berada karena dirinya sendiri, yang tidak pernah tampak karena berada di dalam Nirwana.
Hakikat Adhi Buddha adalah terang yang murni. Ia timbul dari Sunyata, kekosongan. Dengan lima macam permenungan (dyana) sang Adhi Buddha mengalirkan dari dirinya lima Buddha, yang disebut dyani Buddha, yaitu wairocana, Aksobhiya, Ratnasambhawa, Amithaba, dan Amoghasiddhi. Para dyani Buddha ini dipandang menguasai daerah-daerahnya sendiri, yang disebut Buddha ksetra. Daerah-daerah itu ada yang digambarkan seperti alam yang murni dan ada yang kurang murni, sesuai dengan tugas Dyani Buddha masing-masing. Di dalam daerahnya masing-masing itu mengajarkan Dharmanya kepada para makhluk dan menolong manusia untuk mendapat pencerahan.[8]
Diatas Panca Dyani Buddha yang memancarkan Bhodisatwa dan manusia Buddha tersebut  terdapat sesuatu yang tertinggi, permulaan yang tanpa ada yang mendahuluinya, yaitu yang disebut Adhi Buddha, atau Tuhan Yang Maha Esa Menurut kepercayaan aliran Mahayana.
Hubungan Dyani Buddha, Bhodisatwa dan Buddha dunia tersebut sangat erat dan membentuk kelompok yang mempunyai tugas sendiri-sendiri dipenjuru dunia sesuai dengan arah mata angin dan masa masing-mmasing ketiganya terkait menjadi satu dan tidak bisa dipisah-pisahkan, sebagaimna digambarkan dengan sangat jelas pada patung Bhodisatwa avalokatisvara di Candi Mendut. Dalam kepercayaan aliran Mahayana, jumlah Dyani Buddha, Bhodisatwa dan manusia Buddha ada lima. Masing-masing kelompok bertempat di salh satu penjuru dunia, sesuai dengan arah mata angin, dan salah satu Buddha bertempat di titik pusatnya. Mereka berada dan bertugas  dalm salah satu masa diantara masa-masa yang jumlanya juga ada lima. Untuk masa sekarang, yang bertanggung jawab adalah Dyani Buddha, Amitabha, Bhodisatwa avalokatiswara, dan Manusia Budha Gautama.
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa doktrin Adhi Buddha dalam aliran Mahayana merupakan doktrin yang berusaha yang mempersonifikasikan konsep kebuddhaan sebagai Tuhan atau persembahan tertinggi. Doktrin ini sangat berbeda dengan konsep ketuhanan agama Buddha yang mula-mula, seperti yang dipertahankan aliran Theravada atau Hinayana.[9]
2)      Bhodisatwa dan arahat
Bhodisatwa
Secara harfiah Bhodisatwa berarti orang yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna. Sebelum Mahayana timbul, penegrtian Bhodisatwa sudah dikenal juga, dan dikenalkan juga kepada Buddha Gautama, sebelum ia menjadi Buddha. Disitu Bodhisatwa adalah orang yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu orang yang akan menjadi Buddha. Jadi semula Bhodisatwa adalah sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha. Didalam Mahayana Bhodisatwa adalah orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi masak pada diri orang lain. Seorang Bhodisatwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja melainkan juga turut merasakannya dengan berat. Oleh karenanya  sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan segala aktivitasnya sekarang dan kelak guna keselamatan dunia. Karena kasihnya pada dunia maka segala kebajikannya dipergunakan untuk menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi di dalam Mahayana ialah untuk menjadi Bhodisatwa. Cita-cita ini berlainan sekali dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi arhat, yaitu orang yang sudah berhenti keinginanya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukan lagi pada kelahiran tumimbal kembali. Seorang arhat hanya memikirkan kelepasan diri sendiri[10]
Arahat
Permulaan agama Buddha menanamkan ide rangkap mengenai arhatva dan nirvana. Buddha Gautama mengajarkan kepada murid-muridnya yang pertama kai dengan khotbah enpat Kasunyataan Mulia dan Delapan jalan utama serta menekankan pada ketidak-kekalan dan tiada kepemilikan dari semua unsur pokok mengenai pribadi manusia. Para sisiwa ini dipanggil arhat, dan Buddha sendiri diuraikan sebagia seorang arhat. Konsepsi mengenai arahat dikembangkan dan diperinci secara perlahan-lahan oleh guru dan penggantinya. Jadi seorang arahat juga diharuskan menegerti formula mengenai duabelas nidanas (sebab-akibat). Dia ditetapkan sebagai seorang yang telah mencabut tiga asravas (asava = minuman keras, dosa, dan kesalahan dari keinginan akan rasa, suka akan yang ada, dan ketidak tahuan, dan juga tambahan ke-empat asrava mengenai pikiran yang spekulasi. Dia melatih tujuh faktor penerangan (shambojjhanga): kesadaran, penelitian, energi, kesenangan, ketenangan, konsentrasi, dan ketenangan hati.[11]
Arhat juga menjadi cita-cita tertinggi dari aliran Hinayana, yaitu orang yang sudah berhenti keinginannya, ketidak tahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukan lagi pada kelahiran kembali.[12]
Seorang arahat yang telah terbebas, mengetahui dia tidak akan telahir kembali. Dia telah menyelesaikan dengan baik apa yang dikerjakan. Dia telah melepaskan bebannya. Dia hidup pada kehidupan suci. Dia mencapai kebersihan-kemurnian dan akhir emansipasinya dari pikiran hati. Dia sendiri, menyendiri, bersemangat, bersungguh-sungguh, menguasai dirinya sendiri.
Seorang arhat seperti itu juga pergi sebagai pengkhotbah dan mengajarkan ajaran Buddha kepada orang-orang. Gurua itu sangat menganjurkan kepada para siswanya untuk pergi berkelana dan berkhotbah kebenaran demi kebaikan dan pembebasan untuk orang banyak, karena dia mengasihi teman-temannya semakhluk dan menaruh kasihan kepada mereka.
Hal seperti itu adalah ide arahat itu, sebagaimana dimengerti selama tiga abad setelah Buddha Gautama parinibana.
Tetapi nyatanya bahwa para bhikku agama Buddha mulai mengabaikan aspek pentng tertentu dari pada itu dalam abad ke-2 SM, dan menekankan beberapa Tugas terhadap pengeluaran dari pada yang lainnya. Mereka menjadi lebih mementingkan diri dan tafakur, dan tidak menunjukan dengan jelas semangat lama itu demi tugas mengajar dan mneyebarkan agama atau misionari di antara manusia. Mereka nampaknya hanya memperhatikan demi pembebasan bagi mereka sendiri dari dosa dan duka. Mereka tidak membedakan terhadap tugas untuk mengajar dan membantu semua makhluk manusia.
Ajara Bhodisatwa diumumkan secara resmi oleh beberapa pemuka agama Buddha sebagai suatu protes terhadap kekurangan dari semangat spiritual yang benar ini dan altruism (sifat mementingkan kepentingan orang lain) di antara para bhikku pada waktu itu. Kedinginan dan kejauhan dari para arahat itu menunjukan suatu pergeseran yang sesuai dengan ajaran lama mengenai menyelamatkan semua makhluk. Ide Bhodisatwa dapat dimengerti hanya menantang latar belakang ini mengenai seorang saleh dan tenang, namun tidak aktif dan golongan viharawan atau viharawati yang tidak cekatan.[13]



[1] Pandita S. Widyadharma, INTI SARI AGAMA BUDDHA, hal 1
[2] A.G. Honig. Ilmu Agama, (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 1997) hal.173


[3]  Waktu kosmik adalah kalpa. Satu kalpa adalah suatu periode waktu yang sangat  lampau yaitu 4326 juta tahun.
[4] Drs. Suwarto T. “Buddha Dharma Mahayana” (Majelis Agama Buddha Indonesia-Jakarta 1995)cet 1 hal 50
[5] Drs. Suwarto T. “Buddha Dharma Mahayana” (Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. Palembang 1995) cet 1 hal. 49-50

[6] Prof. H.M. Arifin M.Ed “Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar” hal 96-99
[7] “kebahagiaan Dalam Dhamma” (Majelis Buddhayana Indonesia) hal 337
[8] Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Buddha” (Gunung Mulia-Jakarta 2010)cet17 hal 94-95
[9] H. A. Mukti Ali. “Agama-Agama Di dunia” (IAIN Sunan Kalijaga Press-Yogyakarta1988)cet 1 hal 120-121
[10] Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Buddha” (PT BPK Gunung Mulia-Jakarta 2010) cet 17 hal91-92
[11] “Buddha Dharma Mahayana” hal 131
[12] Harun Hadiwijono. Hal 91
[13] Dr. Suwarto T. “Buddha Mahayana” hal132-133

0 komentar:

Posting Komentar