I.
SEJARAH HIDUP BUDHA
RIWAYAT SIDHARTA GAUTAMA
A.
Kehidupan Sang Buddha
1.
Kelahiran
Bodhisattva
Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 Sebelum Masehi di Taman
Lumbini. Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan
bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi
Seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan pasti meramalkan bahwa Sang
Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda
menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan
mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu
menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa,
atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Bu
ddha. Empat macam peristiwa itu adalah
: 1. Orang tua, 2. Orang sakit, 3. Orang mati, 4. Seorang pertapa.[1]
Saat ia dilahirkan, bumi menjadi terang benderang, seberkas sinar
sangat terang mengelilingi bodhisattva yang baru lahir itu. Sesaat ia
dilahirkan, Bodisattva berjalan tujuh langkah diatas tujuh kuntum bunga ke arah
utara, dengan jari telunjuk tangan kanan menunjuk kelangit, dan jari telunjuk
tangan kiri menunjuk ke bumi, yang artinya Akulah teragung, pemimpin alam
semesta, guru para dewa dan manusia. para dewa yang mendampingi menjatuhkan
bunga dan air suci untuk memandikannya. Juga bersamaan waktu lahirnya,
tumbuhlah pohon Bodhi.
2.
Pada
umur 12 tahun
Pangeran sidharta telah menguasi
berbagai ilmu pengetahuan, ilmu taktik perang, sejarah, dan pancavidya, yaitu:
sabda (bahasa dan sastra); silpakarmasthana (ilmu dan matematika); cikitsa
(ramuan obat-obatan); hatri (logoka); adhyatma (filsafat agama). Dia juga
menguasai Catur Veda rgveda(lagu-lagu pujian keagamaan): yajurveda (pujian
untuk upacara sembahyang); athavarveda(mantra)
B.
Sang Budha Mendapatkan Penerangan Tertinggi
1.
Pangern
siddharta Meninggalkan istana
Sebelum
meninggalkan istana , Pangeran telah memohon izin kepada ayahnya, tetapi
Ayahnya berusaha mencegahnya, tetapi Ayahnya tidak dapat memenuhi syarat-syarat
yang diajukan oleh Pangeran kepadanya. Antara lain dikatakan oleh Pangeran,
bahwa ia tidak akan jadi pergi, apabila ayahnya dapat memberikan kepadanya
kemudaan yang kekal, kecantikan yang kekal, kesehatan yang kekal dan hidup yang
kekal.[2]
Pangeran
kemudian pergi kekamar Yasodhara untuk melihat istri dan anaknya sebelum pergi
untuk bertapa. Istrinya sedang tidur nenyak dan memeluk bayinya.Setelah sampai
di luar kota Pangeran berhenti sejenak dan memutar kudanya untuk melihat kota
Kapilavattu untuk terakhir kali (di tempat itu kemudian didirikan sebuah cetiya
yang dinamakan Kanthakanivattana-cetiya).
2.
Penerangan
Agung
Pada suatu
malam di bulan Waisak ketika bukan purnama, ditepi sunagi Neranjara, ketika ia
sedang menghentikan cipta dibawah pohon Assatta (pohon Boddhi) dengan duduk
padmasana melakukan meditasi dengan mengatur pernapasannya, maka datanglah
petunjuk kepadanya sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang
meliputi hal berikut:
a.
Pubbenivasanussati,
yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali.
b.
Dibacakkhu,
yaitu pengetahuan dari mata dewa dan mata batin,
c.
Cuti
Upapatana, yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentuk-bentuk
kehidupan, bik atau buruk, bergantung pada prilaku masing-masing.
d.
Asvakkhayanana,
pengetahuan tentang padamnya semua kecendrungan dan avidya, tentang
menghilangkan ketidaktahuan
C.
Sang Budha Mengajarkan Dharma
Setelah itu
sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya kepada orang lain,
karena Dharmanya hanya dapat diterima orang arif bijaksana, maka ia pergi ke
Banares untuk menemukan murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu,
tetapi setelah melihat keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali
mengikuti ajarannya. Kepada mereka lalu diajarkan empat kesunyataan itu.
Peristiwa-peristiwa
tersebut diatas sangat penting dalam agama Buddha, yang disebut “Dharmma Cakra
Pravantana Sutra”, yaitu “pemutaran roda dharmma” yang selalu diperingati oleh
para penganut agama Buddha. Begitu juga taman isi patana di Benares yang
merupakan tempat asal mula kelahirana ajaran Buddha dan Sangha, apar pemula
penganut ajaran Buddha, merupakan tempat suci bagi umat Buddha. Sejak peristiwa
pemutaran Rodha dharma tersebut mulailah siddharta Goutama yang telah menjadi
Buddha itu, menyebarkan ajaran diseluruh India mulai dari kota Rajagraha yang
berpokok pada empat kebijakan kebenaran bahwa:
-
kehidupan manusia itu pada dasrnya tidak
Bahagia
-
sebab-sebab
tidak bahagia karena memikirkan kepentingan diri sendiri terbelengggu oleh
nafsu,
-
pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu
dapat ditekan habis jika semua nafsu dan hasrat dapat ditiadaan, yang dalam
ajaran Buddha adalah Nirwana,
-
Menimbng
benar, berpikir benar, berbuat benar, mencari nafkah, berusaha yang benar,
mengingat yang benar, meditasi yang benar.
Selama 45 tahun
lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga dari sekitar 60 orang
anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya, yang memerlukan banyak
Wihara, pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya
sekitar 180 KM dari kota Banares. Ia meninggal tanpa petunjuk siapa yang
menjadi penerus, sehingga di kemudian hari ajaran terpecah menjadi dua golongan
yaitu Teravadha ( Hinayana ) dan
Mahasangika (Mahayana).
Pengertian Buddha,
Dharma, dan Triratna
·
Pengertian
Buddha
Buddha
berasal dari bahasa sansekerta budh berarti menjadi sadar, kesadaran
sepenuhnya; bijaksana, dikenal, diketahui, mengamati dan mematuhi. (Arthur
Antony Macdonell, practical Sanskrit Dictionary, Oxford University Press,
London, 1965).
Tegasnya
Buddha adalah seseorang yang telah mencapai penerangan atau pencerahan sempurna
dan sadar akan kebenaran kosmos serta alam semesta. “Hyang Buddha’’ adalah
seorang yang telah mencapai penerangan luhur, cakap dan bijak menuaikan
karya-karya kebajikan dan memperoleh kebijkasanaan kebenaran mengenai nirvana
serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau keselamatan kepada
dunia semesta sebelum parinirvana.
Hyang Buddha
yang berdasarkan sejarah bernama Shakyamuni pendir Agama Buddha. Hyang
Buddha yang berdasarkan waktu kosmik[3]
ada banyak sekali dimulai dari Dipankara Buddha.[4]
·
Pengertian
Dharma
Hukum
kebenaran, Agama, hal, hal-hal apa saja mengenai agama Buddha. Berhubungan
dengan ajaran agama Buddha sebagai agama yang sempurna.
Dharma
mengandung 4 (empat) makna utama:
1.
Doktrin
2.
Hak,
keadilan, kebenaran
3.
Kondisi
4.
Barang
yang kelihatan atau phenomena
Buddha Dharma
adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan pandangan
terang yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan atau kegelapan batin dan unsure-unsur agama, kebaktian,
filosofis, psikologi, falsafah, kebatinan, metafisika, tata susial, etika dan
sebagianya.
·
Triratna
Seorang telah menjadi umat Buddha
bila ia menerima dan mengucapkan Triratna (Skt) atau tiga mustika (Ind) yang
berarti Buddha, Dharma, Sangha. Pada saat sembahyang atau kebaktian didepan
altar Hyang Buddha. Triratna secara lengkap diucapkan dengan tenang dan khusyuk
sampai tiga kali atau disebut trisarana. Trisarana adalah sebagai berikut:
Bahasa Sansekerta
Buddhang
Saranang Gacchami
Dharmang Saranang Gacchami
Sanghang Saranang Gacchami
Dwipanang Buddhang Saranang Gacchami
Dwipanang Dharmang Saranang Gacchami
Dwipanang Sanghang Saranang Gacchami
Tripanang Buddhang Saranang Gacchami
Tripanang Dharmang Saranang Gacchami
Tripanang Sanghai Saranang Gacchami
Bahasa Indonesia:
Aku
Berlindung kepada Buddha
Aku Berlindung kepada Dharma
Aku Berlindung kepada Sangha
Kedua kali Aku Berlindung kepada Buddha
Kedua kal Aku Berlindung kepada Dharma
Kedua kali Aku berlindung kepada Sangha
Ketiga kali Aku Berlindung kepada Buddha
Ketiga
kali Aku Berlindung kepada Dharma
Ketiga kali Aku Berlindung kepada Sangha.[5]
Pengakuan pada Dharma berarti mempercayai kebenaran hukum-hukumnya
dengan kewajiban menjalankan dasar-dasar ajaran kelepasan hidup serta
peraturan-peraturan lainnya. Dasar-dasar ajaran kelepasan tersebut adalah yang
disebut Arya- satyami (Arya: utama Satyami : kebenaran yang terdiri dari 4
kenyataan hidup sebagai berikut:
1)
Bahwa
dalam kehidupan di dunia ini penuh dengan hal-hal yang menyedihkan dan
kesengsaraan, maka disimpulkan bahwa hidup itu menderita.
2)
Bahwa
manusia berada oleh karena mempunyai nafsu keinginan untuk berada (hidup).
Keadaan hidupnya itu adalah penderitaan karena terikat oleh samsara (menjelma
berkali-kali).
3)
Jika
tidak lagi punya nafsu keiginan: maka penderitaan samsara dapat dihilangkan
yaitu dengan memadamkan nafsu keinginan tersebut (tresna).
4)
Cara
menghilangkan nafsu keinginan itu ialah melakukan 8 jalan kebenaran (disebut
dengan Astavidha) yang terdiri dari:
a.
Mengikuti
pelajran yang benar.
b.
Melaksanakan
niat (keinginan) yang baik.
c.
Mengucapkan
perkataan yang baik dan tepat.
d.
Menjalankan
usaha yang baik (halal).
e.
Melakukan
pekerjaan yang baik.
f.
Memusatkan
perhatian dengan baik.
g.
Mencari
nafkah dengan baik.
h.
Melakukan
tafakur dengan baik.
Dengan dasar
Aryasatyami tersebut dapat diketahui bahwa agama Buddha mendidik
pengikut-pengikutnya untuk berhati-hati serta bersungguh-sungguh dalm
menjalankan suatu kewajiban atau pekerjaan mengingat bahwa dunia sekitar
manusia ini dianggap penuh dengan hal-hal yang dapat mencelakakan karena ada 3
anasir keduniawian:
1)
Adanya
Kama, yakni nafsu cinta.
2)
Adanya
Dwesa, yakni rasa benci kepada orang lain.
3)
Adanya
Moha, yakni mabuk (dalam segala bentuknya)
Untuk menegakan
Dharma, maka pengikut-pemgikut Buddha pada umumnya wajib menjauhi
larangan-larangan dalam hal-hal sebagai berikut:
1)
Dilarang
melakukan pembunhan terhadap semua makhluk (misalnya peperangan dan
sebagainya).
2)
Dilarang
melakukan pencurian atau perampokan atau penyerobotan dan sebagainya.
3)
Dilarang
melakukan perbuatan asusila, misalnya perzinahan.
4)
Dilarang
meminum, minuman yang memabukan (minuman keras).
Adapun
kewajiban khusus para anggota Sangha (orde pendeta) selain lima macam tersebut
diatas ditambah lagi dengan 5 macam larangan yaitu:
1)
Dilarang
makan dan minum diwaktu yang dilarang (misalnya waktu berpuasa).
2)
Dilarang
mendatangi tempat-tempat yang dipergunakan untuk hidup makisat (misalnya tempat
hiburan, pertunjukan-pertunjukan).
3)
Dilarang
menghias diri (misalnya dengan pakaian baik memakai hiasan emas, belian dll)
4)
Dilarang
tidur diatas tempat tidur yang baik.
5)
Dilarang
menerima hadiah-hadiah yang berupa uang dan lain-lain benda berharga.
Sepuluh larangan tersebut kemudian disebut dengan “DASA SILA” (10
dasar).[6]
Pengertian Sadha dan Panca Sadha
a.
Kata
Saddha adalah sebutan dalam bahasa Pali atau sradha sebutan dalam bahasa
sansekerta.
Arti kata Saddha atau Sradha ialah
keyakinan atau kepercayaan-Benar (confident).
b.
Dalam
ajaran agama Buddha, sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan yang ditimbulkan
oeh suatu yang nyata. Inilah yang disebut dengan Saddha. Atau dapat diartikan
sebagai keyakinan yang telah mencakup pengertian percaya di dalamnya.
Jadi kata Saddha itu, dapat juga diartikan sebagai:
1)
keyakinan
2)
kepercayaan-Benar
3)
keimanan dalam Bakti
c.
saddha
bukanlah suatu kepercayaan yang membuta, melainkan suatu kepercayaan yang
dimiliki para siswa dalam sekolah menengah, dimana siswa-siswa yakin akan
adanya atom dan molekul. Tetapi mereka tidak dapat membuktikannya. Mereka
terima itu karena percaya pada para sarjana yang menguraikannya. Tetapi
kepercayaan uni tidak dapat disebut kepercayaan membuta. Di perguruan tinggi
atau Universitas mereka mendapat kesempatan untuk melakukan percobaan untuk
menguji kebenaran teori ilmu alam dan kimia tadi.
Demikian pula siswa agama Buddha
pada tingkat permulaan yakin akan kebenaran beberapa ajaran Dhamma yang mereka
dengar dari guru agamanya. Tapi setindak demi setindak dalam perjalanan mereka
diatas jalan yang ditunjuk YMS Buddha Gautama akan membawanya pada kebenaran
ajaran Dhamma yang tiada bandingnya.
Saddha Mengandung Tiga Unsur
Salah seorang pujangga Buddhis yang
terkemuka, yang hidup abad ke IV bernama Asanga dan telah mengatakan bahwa
Saddha itu mengandung tiga unsure yaitu:
1)
keyakinan
kuat terhadap sesuatu hal.
2)
Kegembiraan
mendalam terhadap sifat-sifat yang baik.
3)
Harapan
memperoleh sesuatu di kemudian hari.
Panca
Saddha (Lima Keyakinan umat Buddha)
1)
Keyakinan
Terhadap Sang Hyang Adhi Buddha, Para Buddha
Tuhan dalam agama Buddha bukanlah hal yang baru, melainkan hal yang
telah lama di kembangkan, sejak pada abad ke IV M dari Negara bagian Benggala,
tempat kota kelahiran Acarya Asangha.[7]
Pengaruh Tantra menimbulkan pada Mahayana ajaran
tentang Adhi Buddha, yaitu Buddha yang pertama, yang dipandang sudah ada pada mula pertama, yang tanpa asal,
yang berada karena dirinya sendiri, yang tidak pernah tampak karena berada di
dalam Nirwana.
Hakikat Adhi Buddha adalah terang
yang murni. Ia timbul dari Sunyata, kekosongan. Dengan lima macam permenungan
(dyana) sang Adhi Buddha mengalirkan dari dirinya lima Buddha, yang disebut
dyani Buddha, yaitu wairocana, Aksobhiya, Ratnasambhawa, Amithaba, dan
Amoghasiddhi. Para dyani Buddha ini dipandang menguasai daerah-daerahnya
sendiri, yang disebut Buddha ksetra. Daerah-daerah itu ada yang digambarkan
seperti alam yang murni dan ada yang kurang murni, sesuai dengan tugas Dyani
Buddha masing-masing. Di dalam daerahnya masing-masing itu mengajarkan
Dharmanya kepada para makhluk dan menolong manusia untuk mendapat pencerahan.[8]
Diatas Panca Dyani Buddha yang
memancarkan Bhodisatwa dan manusia Buddha tersebut terdapat sesuatu yang tertinggi, permulaan
yang tanpa ada yang mendahuluinya, yaitu yang disebut Adhi Buddha, atau Tuhan
Yang Maha Esa Menurut kepercayaan aliran Mahayana.
Hubungan Dyani Buddha, Bhodisatwa
dan Buddha dunia tersebut sangat erat dan membentuk kelompok yang mempunyai
tugas sendiri-sendiri dipenjuru dunia sesuai dengan arah mata angin dan masa
masing-mmasing ketiganya terkait menjadi satu dan tidak bisa dipisah-pisahkan,
sebagaimna digambarkan dengan sangat jelas pada patung Bhodisatwa
avalokatisvara di Candi Mendut. Dalam kepercayaan aliran Mahayana, jumlah Dyani
Buddha, Bhodisatwa dan manusia Buddha ada lima. Masing-masing kelompok
bertempat di salh satu penjuru dunia, sesuai dengan arah mata angin, dan salah
satu Buddha bertempat di titik pusatnya. Mereka berada dan bertugas dalm salah satu masa diantara masa-masa yang
jumlanya juga ada lima. Untuk masa sekarang, yang bertanggung jawab adalah
Dyani Buddha, Amitabha, Bhodisatwa avalokatiswara, dan Manusia Budha Gautama.
Dari pengertian di atas, dapat
dikatakan bahwa doktrin Adhi Buddha dalam aliran Mahayana merupakan doktrin
yang berusaha yang mempersonifikasikan konsep kebuddhaan sebagai Tuhan atau
persembahan tertinggi. Doktrin ini sangat berbeda dengan konsep ketuhanan agama
Buddha yang mula-mula, seperti yang dipertahankan aliran Theravada atau
Hinayana.[9]
2)
Bhodisatwa dan arahat
Bhodisatwa
Secara harfiah
Bhodisatwa berarti orang yang hakikat atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang
sempurna. Sebelum Mahayana timbul, penegrtian Bhodisatwa sudah dikenal juga,
dan dikenalkan juga kepada Buddha Gautama, sebelum ia menjadi Buddha. Disitu
Bodhisatwa adalah orang yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat yang
sempurna, yaitu orang yang akan menjadi Buddha. Jadi semula Bhodisatwa adalah
sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha. Didalam Mahayana
Bhodisatwa adalah orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan
sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi masak pada diri
orang lain. Seorang Bhodisatwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja
melainkan juga turut merasakannya dengan berat. Oleh karenanya sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan
segala aktivitasnya sekarang dan kelak guna keselamatan dunia. Karena kasihnya
pada dunia maka segala kebajikannya dipergunakan untuk menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi di dalam
Mahayana ialah untuk menjadi Bhodisatwa. Cita-cita ini berlainan sekali dengan
cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi arhat, yaitu orang yang sudah berhenti
keinginanya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak
ditaklukan lagi pada kelahiran tumimbal kembali. Seorang arhat hanya memikirkan
kelepasan diri sendiri[10]
Arahat
Permulaan agama Buddha menanamkan
ide rangkap mengenai arhatva dan nirvana. Buddha Gautama mengajarkan kepada
murid-muridnya yang pertama kai dengan khotbah enpat Kasunyataan Mulia dan
Delapan jalan utama serta menekankan pada ketidak-kekalan dan tiada kepemilikan
dari semua unsur pokok mengenai pribadi manusia. Para sisiwa ini dipanggil
arhat, dan Buddha sendiri diuraikan sebagia seorang arhat. Konsepsi mengenai
arahat dikembangkan dan diperinci secara perlahan-lahan oleh guru dan
penggantinya. Jadi seorang arahat juga diharuskan menegerti formula mengenai
duabelas nidanas (sebab-akibat). Dia ditetapkan sebagai seorang yang telah
mencabut tiga asravas (asava = minuman keras, dosa, dan kesalahan dari
keinginan akan rasa, suka akan yang ada, dan ketidak tahuan, dan juga tambahan
ke-empat asrava mengenai pikiran yang spekulasi. Dia melatih tujuh faktor
penerangan (shambojjhanga): kesadaran, penelitian, energi, kesenangan,
ketenangan, konsentrasi, dan ketenangan hati.[11]
Arhat juga menjadi cita-cita
tertinggi dari aliran Hinayana, yaitu orang yang sudah berhenti keinginannya,
ketidak tahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukan lagi
pada kelahiran kembali.[12]
Seorang arahat yang telah terbebas,
mengetahui dia tidak akan telahir kembali. Dia telah menyelesaikan dengan baik
apa yang dikerjakan. Dia telah melepaskan bebannya. Dia hidup pada kehidupan
suci. Dia mencapai kebersihan-kemurnian dan akhir emansipasinya dari pikiran
hati. Dia sendiri, menyendiri, bersemangat, bersungguh-sungguh, menguasai dirinya
sendiri.
Seorang arhat seperti itu juga pergi
sebagai pengkhotbah dan mengajarkan ajaran Buddha kepada orang-orang. Gurua itu
sangat menganjurkan kepada para siswanya untuk pergi berkelana dan berkhotbah
kebenaran demi kebaikan dan pembebasan untuk orang banyak, karena dia mengasihi
teman-temannya semakhluk dan menaruh kasihan kepada mereka.
Hal seperti itu adalah ide arahat
itu, sebagaimana dimengerti selama tiga abad setelah Buddha Gautama parinibana.
Tetapi nyatanya bahwa para bhikku
agama Buddha mulai mengabaikan aspek pentng tertentu dari pada itu dalam abad
ke-2 SM, dan menekankan beberapa Tugas terhadap pengeluaran dari pada yang
lainnya. Mereka menjadi lebih mementingkan diri dan tafakur, dan tidak
menunjukan dengan jelas semangat lama itu demi tugas mengajar dan mneyebarkan
agama atau misionari di antara manusia. Mereka nampaknya hanya memperhatikan
demi pembebasan bagi mereka sendiri dari dosa dan duka. Mereka tidak membedakan
terhadap tugas untuk mengajar dan membantu semua makhluk manusia.
Ajara Bhodisatwa diumumkan secara
resmi oleh beberapa pemuka agama Buddha sebagai suatu protes terhadap
kekurangan dari semangat spiritual yang benar ini dan altruism (sifat
mementingkan kepentingan orang lain) di antara para bhikku pada waktu itu.
Kedinginan dan kejauhan dari para arahat itu menunjukan suatu pergeseran yang
sesuai dengan ajaran lama mengenai menyelamatkan semua makhluk. Ide Bhodisatwa
dapat dimengerti hanya menantang latar belakang ini mengenai seorang saleh dan
tenang, namun tidak aktif dan golongan viharawan atau viharawati yang tidak
cekatan.[13]
[3] Waktu kosmik adalah kalpa. Satu kalpa adalah
suatu periode waktu yang sangat lampau
yaitu 4326 juta tahun.
[4] Drs.
Suwarto T. “Buddha Dharma Mahayana” (Majelis Agama Buddha Indonesia-Jakarta
1995)cet 1 hal 50
[5]
Drs. Suwarto T. “Buddha Dharma Mahayana” (Majelis Agama Buddha Mahayana
Indonesia. Palembang 1995) cet 1 hal. 49-50
[6]
Prof. H.M. Arifin M.Ed “Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar” hal 96-99
[7]
“kebahagiaan Dalam Dhamma” (Majelis Buddhayana Indonesia) hal 337
[8]
Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Buddha” (Gunung Mulia-Jakarta 2010)cet17
hal 94-95
[9]
H. A. Mukti Ali. “Agama-Agama Di dunia” (IAIN Sunan Kalijaga
Press-Yogyakarta1988)cet 1 hal 120-121
[10]
Dr. Harun Hadiwijono “Agama Hindu dan Buddha” (PT BPK Gunung Mulia-Jakarta
2010) cet 17 hal91-92
[11] “Buddha
Dharma Mahayana” hal 131
[12] Harun
Hadiwijono. Hal 91
[13] Dr.
Suwarto T. “Buddha Mahayana” hal132-133
0 komentar:
Posting Komentar