MEDITASI
Makalah
Disusun
untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Buddhisme
Oleh:
Annisa
Fachraddiena (1111032100036)

PERBANDINGAN
AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
PENDAHULUAN
Manusia
pada dasarnya terdiri dari berbagai zat dan sifat; ada yang "kasar"
da nada yang "halus".Bagian yang "kasar" bapat dilihat dan
dirasakan, dinamakan jasmani, sedangkan yang tak dapat dilihat dan dirasakan
dikatakan rohani.Kedua bagian itu merupakan satu kesatuan yang selanjutnya
disebut sebagai manusia seutuhnya.[1]
Jiwa-raga manusia secara garis besar dapat digolongkan
menjadi lima kelompok (Panca Khanda) yaitu:
1. Kelomok jasmani
2. Kelompok bentuk-bentuk pikiran
3. Kelompok perasaan
4. Kelompok pencerapan
5. kelompok kesadaran
Kelompok jasmani disebut rupa, yaitu kumpulan
unsur-unsur lahiriah yang membentuk
badanraga manusia.
Kelompok 2 s/d 5 disebut nama, yaitu sebagai
jiwa/batin,roh, namun tidaklah dapat dikatakan bahwa jiwa/batin/roh itu
mempunyai sifat yang tetap atau kekal, karena semuanya itu selalu mengalami
perubahan pada setiap saat. Yang dinamakan Panca Khanda sendiri adalah tidak
kekal dan mengalami dukkha.
Kesadaran adalah tingkatan yang paling tinggi daripada
rohani/batin. Dan manusia yang ingin mendapatkan kemajuan rohani haruslah
berusaha agar kesadaran yang bersemayam di dalam dirinya itu bias memegang
kuasa atas penghidupannya. Pada kebanyakan orang, kesadarannya itu tidakbekerja
dengan baik dan tidak dikembangkan, karena tertimbun oleh segala macam perasaan
dan bentu-bentuk pikiran yang mempunyai keinginan sendiri-sendiri, sehingga
orang menjadi sibuk untuk melayani dan mengikuti keinginan-keinginan itu dan
melupakan kesadaran dirinya.
Bagi orang-orang beragama yang tekun beribadat, yang
ingin memcari kesucian batin atau kemajuan rohani, hendaklah selalu berusaha
untuk menolak perintah dari indria-indria yang ingin mendapatkan kepuasan
badaniah, serta mencoba memusnaghkan pengarih dan kekuasaannya itu, supaya
kesadaran bisa sepenuhnya menerangi dirinya pribadi. Batin yang diterangi oleh
kesadaran sejati, dalam berbagai agama secara umum dinamakan "bersatu
dengan Yang Maha Esa".
Untuk mencapai tujuan itu, sebagai tindakan pertama,
wajiblah orang mulai menggunakan sebagian dari waktunya untuk melupakan urusan
yang menyangkut kepentingan lahiriah, dan bersama-sama mencoba menghubungi
kesadaran yang ada dalam dirinya itu yang biasa dinamakan juga sebagai
"suara dari kesunyian".
Semua ini hanya dapat dilakukan dengan jalan meditasi
atau Mengheningkan Cipta, dimana seseorang pada waktu melakukan meditasi
memusatkan kesadaran pikirannya ntuk ditujukan ke arah yang suci dan
mulia.Melukan segala pikiran ataupun keinginan-keinginan yang sifatnya
rendah.Yang tujuan utamanya adalah mengubah pikiran yang kalut menjadi tenang
dan tenteram.
Namun, pada kebanyakan orang, apalagi mereka yang baru
mulai belajar, mula-mula meraka tidak akan mendapatkan apa-apa karena
pikirannya masih belum bisa dikendalikan; tapi bilamana seseorang mau sabar dan
keras hati lama-lama ia akan bisa merasakan faedahnya meditasi yang berupa
ketenagan dan ketenteraman batin. Selanjutnya, akan berubahlah pandangan,
secara berfikir dan tabiatnya, menjadi lebih banyak menjurus kepada kerohanian
dan keluhuran budi.
Jadi, melakukan meditasi adalah bagian yang sangat
penting dalam ibadat, karena merupakan jalan yang paling singkat untuk mengenal
dan menemukan Yang Maha Esa dan kebenaran sejati.
Sejak
dahulu kala manusia telah menyadari bahwa pengendalian fikiran dapat memberi
manfaat yang besar. Sementara meditasi mulai populer di Eropa, teknik
pengendalian fikiran telah sepenuhnya dikenal dan dikembanggkan lebih dari duaribu
tahun yang lalu di India kemudian di Cina. Meskipun agama-agama kuno sejak
empat ribu tahun yang lalu telah mengajarkan tentang praktikmeditasi, namun
hanya Sang Buddha yang menempatkan meditasi sebagai pusat untuk mencapai
Pencerahan, keselamatan akhir. Semua sistem keagamaan menggunakan meditasi
untuk mengarahkan fikiran untuk menuju kekuatan-kekuatan eksternal, tetapi sang
Buddha mengajarkan kita menggunakan meditasi untuk melihat kedalam diri kita
sendiri, untuk memperoleh “wawasan mendalam” atau “pandangan terang” sehingga
mampu mengembangkan diri sendiri tanpa tergantung pada kekuatan eksternal.[2]
Sejarah meditasi ini
penuh dengan kontroversi, karena tidak ada bukti pada saat meditasi benar-benar
dimulai. Ini berspekulasi bahwa meditasi dimulai pada konsepsi api, ketika
manusia akan menatap dan bermeditasi ke dalam api. Semua sama, tidak ada bukti
tertulis ini menjadi kasus, atau struktur didirikan pada bagaimana meditasi
mungkin dilakukan.
Dalam
catatan pertama dipercaya bahwa awal sejarah meditasi dimulai lebih
dari lima ribu tahun yang lalu di India. Tidak ada yang benar-benar yakin yang
kelompok agama mulai meditasi ini, sebagai bukti adalah deskripsi tantra yang
weren’ted sebagai dilakukan. Apakah atau tidak ada tantra dilakukan sebelum
lima ribu tahun yang lalu tidak yakin, karena tantra mungkin telah diwariskan
secara lisan melalui generasi.
Sejarah modern dari meditasi dimulai pada 500 SM,
ketika Sang Buddha mulai menetapkan bentuk tentang meditasi kepada dunia. Ini
adalah waktu yang selama Buddha bahwa meditasi mulai menyebar dari India ke
negara-negara Asia lainnya. Akhirnya, ajaran ini akan diteruskan ke semua
negara di dunia, menjadikannya salah satu agama yang paling luas hingga saat
ini.
Ajaran Sang Buddha, dilahirkan
sebagai Siddhartha Gautama, yang setia ditulis oleh para biarawan yang
mengikutinya lama setelah kematiannya yang oftime nomor baik dalam 480-470 SM
Banyak dari ajaran asli Sang Buddha diturunkan secara lisan tertunda
kematiannya, di mana mereka jelaskan menjadi serangkaian transkrip masih
employd untuk membimbing umat Buddha untuk hari ini. Termasuk dalam penulisan
ini adalah data tentang gaya hidup dari India kuno, juga sebagai filsafat yang
merupakan dasar dari keyakinan umat Buddha modern.
Dari ajaran Sang Buddha, juga
sebagai dari sumber lain di India, sejarah meditasi berkembang menjadi angka
yang bagus ofthing lebih dari satu atau dua agama berlatih seni. Sekarang, ada
sudah ratusan bentuk meditasi, baik di dalam dan di luar ajaran Sang Buddha,
yang membiarkan orang-orang dari semua agama untuk menikmati meditasi. Bahkan
Kekristenan telah meminjam beberapa aspek dari meditasi Asia, khususnya melalui
memanfaatkan manik-manik doa dan mantra suci digunakan selama ibadah.
Ada banyak jumlah spekulasi bahwa
beberapa bentuk meditasi ada dalam Alkitab hari awal, karena beberapa dari
perilaku yang dijelaskan dalam Perjanjian Lama dari kitab ini sangat mirip
dengan beberapa meditasi dipraktekkan oleh agama-agama Asia. Itu tidak
diketahui apakah ada pengaruh bersama antara Kristen dan agama Asia, atau jika
apa yang dipraktekkan dalam Alkitab benar-benar bentuk meditasi .
Pengertian Meditasi
Meditasi
berasal dari kata Pali: bhavana yang lebih tepat diterjemahkan sebagai
“pengembangan batin”. Meditasi adalah membiasakan diri kita agar senantiasa
mempunyai sikap yang positif. Sesuai
dengan maknanya, meditasi bertujuan untuk mengembangkan mental untuk mencapai
tujuan tertentu tergantung dari teknik yang dilakukan, antara lain untuk
ketenangan batin, meningkatkan daya fikir dan mengembangkan sifat-sifat, mental
bahkan untuk mencapai kebijaksanaan atau pandangan terang akan segala sesuatu
sebagai mana adanya. Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan
Bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan fikiran pada suatu obyek.[4]
Samadhi yang benar (samma samadhi)
adalah pemusatan fikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kekotoran batin tatkala
pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik, sedang samadhi yang salah
(micca samadhi) adalah pemisatan fikiran pada obyek yang dapat menimbulkan
kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang tidak
baik. Jika dipergunakan istilah samadhi, maka yang dimaksud adalah “Samadhi
yang benar”.[5]
Pembagian Bhavana (Meditasi)[6]
Bhavana dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
1. Samatha Bhavana, berarti pengembangan ketenangan batin.
2. Vipassana Bhavana, berarti pengembangan pandanga terang.
Diantara kedua jenis bhavana ini terdapat
perbedaan. Perbedaan itu mencakup:
a.
Tujuan
Samatha
Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan
untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran
terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala
penjuru, pikiran tidak berkeliaran ke sana ke mari, pikiran tidak melamun dan
mengembara tanpa tujuan.
Dengan
melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan
secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu
besar yang menekan rumput hingga tertudur di tanah. Denagn demikian Samatha,
Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkatan konsentrasi yang disebut
jhana-jhana, dan mencapai kekuatan batin.
Sesungguhnya
pikiran yang tenang bukanlah tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran
hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan
terang atau Vipassana Bhavana.
Vipassana Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk
mencapai pandanga terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana,
kekotoran-kekotoran bati dapat disadari dan kemudian dibasmi sampai
keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat
hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkram oleh
anicca (ketidakkekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal.
Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju kea rah pengembangan batin,
pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
Sesungguhnya dalam kitab suci telah ditulis bahwa "Hanya dengan
pandanga terang inilah kita dapat menyucikan diri kita, dan tidak dengan jalan
lain".[7]
b.
Obyek
Obyek yang
dipakai dalam Samatha Bhavana ada 40 macam. Obyek-obyek itu adalah sepuluh
kasina, sepuluh asubha, sepuluh anussati, empat appamanna, satu
aharapatikulasanna, satu catudhatuvavattanha, dan empat arupa. Sebaliknya, obyek yang dipakai dalam
Vipassana Bhavana adalah nama dan rupa (batin dan materi), atau empat
satipatthana.
c.
Penghalang
Dalam melaksannakan Samatha Bhavana, pada umumnya orang yang
bermeditasi sering mendapat gangguan atau halangan atau rintangan, yaitu lima
nivarana dan sepuluh palibodha. Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, terdapat pula
rintangan-rintangan yang dapat menghambat perkembangan pandangan teran, yang
disebut sepuluh vipassanupakilesa.
Faedah Bhavana[8]
Bhavana atau meditasi yang benar akan memberikan faedah bagi orang
yang melaksanakannya. Faedah-faedah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari
dari praktek meditasi itu adalah:
1.
Bagi
orang yang selalu sibuk, meditasi akan menolong dia untuk membebaskan diri dari
ketegangan dan mendapatkan relaksasi atau pelemasan.
2.
Bagi
orang yag sedang bingung, meditasi akan menolong dia untuk menenangkan diri
dari kebingungan dan mendapatkan ketenangan yang bersifat sementara maupun yang
bersifat permanen (tetap).
3.
Bagi
orang yang menpunyai banyak problem, atau persoalan yang tidak putus-putusnya,
meditasi akan menolong dia untuk menimbulkan ketabahan dan keberanian serta
mengembangkan kekuatan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
4.
Mendapatkan
kepercayaan kepada diri sendiri bagi orang yang kurang percaya diri.
5.
Bagi
orang yang mempunyai rasa takut dalam hati atau kebimbangan, meditasi akan
menolong dia untuk mendapatkan pengertian terhadap keadaan atau sifat yang
sebenarnya dari hal-hal yang menybabkannyatakut dan selanjutnya dia akan dapat
mengatasi rasa takut itu dalam fikirannya.
6.
Bagi
orang yang ragu-ragu dan tidak begitu tertarik kepada agama, meditasi akan
menolong dia untuk nengatasi keragu-raguannya itu dan untuk melihat segi-segi
serta nilai-nilaiyang praktis dalam bimbingan agama.
7.
Bagi
orang yang mudah marah, meditasi akan menolong dia mengembangkan kekuatan
kemauan untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya.
8.
Bagi
oarang yang bersifat iri hati, meditasi akan menolong dia untuk pengertian
tentang bahayanya sifat iri hati itu.
9.
Dll.
Cara melaksanakan Bhavana[9]
Orang
yang baru belajar meditasi sebaiknya mencari tempat yang cocok untuk melakukan
meditasi. Tempat itu adalah tempat yang sunyi dan tenang, bebar dari gangguan
orang-orang di sekitarnya, bebas dari gangguan nyamuk. Untuk tahap permulaan,
hendaknya orang berlatih di tempat yang sama, jangan pindah-pindah tempat. Jika
meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan di mana saja di setiap tempat.
Waktu untuk melaksanakannya dapat
dipilih sendiri. Biasanya waktu yang baik untuk bermeditasi adalah pagi hari
antara pukul 04.00 sampai pukul 07.00 dan malam hari antara pukul 17.00 sampai
22.00. jika waktu meditasi telah ditentukan, maka waktu tersebut hendaknya
digunakan khusus untuk bermeditasi. Meditasi sebaiknya dilakukan setiap hari
dengan waktu yang sama secara teratur. Bila meditasinya telah maju, maka dapat
dilakukan kapan saja, pada setiap waktu.
Orang bebas memilih posisi meditasi.
Biasanya posisi meditasi yang baik adalah duduk bersila di lantai yang beralas,
dengan meletakkan kaki kanan di atas kaki kiri, dan tangan kanan menumpu tangan
kiri di pangkuan. Atau boleh juga dalam posisi setengan sila, dengan kaki
dilipat ke samping. Bahkan kalau tidak memungkinkan, maka dipersilahkan duduk
di kursi. Yang penting adalah bahwa badan dan kepala harus tegak, tetapi tidak
kaku atau tegang. Duduklah seenaknya, jangan bersandar. Mulut dan mata harus
tertutup. Selama meditasi berlangsung hendaknya diusahakan untuk tidak
menggerakan anggota badan jika tidak perlu. Namun bila badan jasmani merasa
tidak enak, maka diperbolehkan untuk menggerakan tubuh atau mengubah sikap
meditasi. Tetapi, hal ini harus dilakukan perlahan-lahan, disertai dengan penuh
perhatian dan kesadaran. Jika meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan
dalam berbagai posisi, baik berdiri, berjalan, maupun berbaring.
Sebelum melaksanakan medirasi,
sebaiknya dimintai petunjuk atau nasihat daru guru meditasi atau mereka yang
telah berpengalaman mengenai meditasi, agar dapat dicapai sukses dalam
bermeditasi.
Pada saat hendak
berneditasi, sebaiknya dibacakan paritta
terlebih dahulu. Selanjutnya, laksanakanlah meditasi dengan tekun. Pikiran
dipusatkan pada obyek yang telah dipilih. Pada tingkat permulaan, tentunya
pikiran akan lari dari obyek. Hal ini biasa, karena pikiran itu lincah, binal
dan selalu bergerak. Namun, hendaknya orang yang bemeditasi selalu sadar dan
waspada terhadap pikiran. Bila pikiran itu lari dari obyek, ia sadar bahwa
pikiran itu lari, dan cepat mengembalikan pikiran itu pada obyek semula. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik,
meka kemajuan dalam meditasi pasti akan diperoleh.
Empat puluh macam obyek meditasi (samahta bhavana)
Dalam Shamatha
Bhavana ada 40 macam obyek meditasi. Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih
salah satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan
ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat pengembangannya. Pemilihan sebaiknya
dilakukan dengan bantuan seorang guru. [10]
Keempat
puluh macam obyek meditasi itu ialah:
·
Sepuluh
kasina (sepuluh wujud benda), yaitu:
1.
Pathavu
kasina = wujud tanah
2.
Apo
kasina = wujud air
3.
Tejo
kasina = wujud api
4.
Vayo
kasina = wujud udara atau
angin
5.
Nila
kasina = wujud warma biru
6.
Pita
kasina = wujud warma
kuning
7.
Lohita
kasian = wujud warna merah
8.
Odata
kasina = wujud warna putih
9.
Aloka
kasina = wujud cahaya
10. Akasa kasina =
wujud ruangan terbatas
·
Sepulun
asubha (sepuluh wujud kekotoran), yaitu:
1.
Uddhumataka
= wujud mayat yang membengkak
2.
Vinilaka = wujud mayat yang
berwarna kebiru-biruan
3.
Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
4.
Vicchiddaka
= wujud mayat yang terbelah ditengahnya
5.
Vikkahayitaka
= wujud mayat yang digerogoti
binatang-binatang
6.
Vikkhitaka
= wujud mayat yang telah
hancur lebur
7.
Hatavikkhittaka
= wujud mayat yang busuk dan
hancur
8.
Lohitaka
= wujud mayat yang
berlumuran darah
9.
Puluvaka
= wujud mayat yang dikerubungi
belatung
10.
Atthika
= wujud tengkorak
·
Sepuluh
annussati (sepuluh macam perenungan), yaitu:
1.
Buddhanussati
= perenungan terhadap Buddha
2.
Dhammanussati
= perenungan terhadap Dhamma
3.
Sanghanissati
= perenungan terhadap Sangha
4.
Silanussati
= perenungan terhadap
sila
5.
Caganussati
= perenungan terhadap
kebijakan
6.
Devatanussati
= perenungan terhadap
makhluk-makhluk agung atau dewa
7.
Maranussati
= perenungan terhadap
kematian
8.
Kayagatasi
= perenungan terhadap
badan jasmani
9.
Anapanasati
= perenungan terhadap
pernapasan
10. Upasamanussati =
perenungan terhadap Nibbana atau Nirwana
·
Empat
appamana (empat keadaan yang tidak terbatas), yaitu:
1.
Metta
= cinta kasih
yang universal, tanpa pamrih
2.
Karuna
= belas kasihan
3.
Mudita
= perasaan simpati
4.
Upekkha
= keseimbangan batin
·
Satu
aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikan)
·
Satu
catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam
badan jasmani)
·
Empat
arupa (empat perenungan tanpa materi), yaitu:
1.
Kasinugaghatimakasapannatti
= obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2.
Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas
3.
Natthibhavapannatti
= obyek kekosongan
4.
Akincannayatana-citta
= obyek bukan pencerapanpun
tidak bukan pencerapan.
Nivarana dan palibodha
a. Nivarana
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang
selalu menghambat perkembangan pikiran. Nivarana ini ada lima macam, yaitu:
1. Kamachada (nafsu-nafsu keinginan)
2. Byapada (kemauan jahat)
3. Thina-middha (kemalasan dan kelelahan)
4. Uddhacca-kukkucca (kegelisahan dan kekhawatiran)
5. Vicikiccha (keragu-raguan)
b. Palibodha
Palibodha berarti gangguan dalam meditasi yang
menyebabkan batin gelisah dan tidak mampu memusatkan pikiran pada obyek.
Palibodhi ini ada
sepuluh macam, yaitu:
1. Avasa (tempat tinggal)
2. Kula (pembantu dan orang yang bertanggung jawab)
3. Labha (keuntungan)
4. Gana (murid dan teman)
5. Kamma (pekerjaan)
6. Addhana (perjalanan)
7. Nati (orangtua, keluarga, dan saudara)
8. Abadha (penyakit)
9. Gantha (pelajaran)
10. Iddhi (kekuatan gaib)
Enam macam carita
Carita berarti sifat, perangai atau perilaku.
Di dalam Abhidhamma terdapat pembagian sifat-sifat
secara umum yang berdasarkan atas keadaan batin manusia, yaitu manusia itu
dapat dibagi menjadi enam golongan berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya:
1. Orang yang keras nafsu lobanya atau Ragacarita
2. Orang yang keras kebenciannya atau Dosacarita
3. Orang yang bodoh (dungu) atau Mohacarita
4. Orang yang tebal keyakinannya atau Saddhacarita
5. Orang yang bijaksana (pandai) atau Buddhicarita
6. Orang yang suka melamun atau Vitakkacarita[11]
Tiga macam Nimitta
Nimitta berarti suatu pertanda atau gambaran yang ada
hubungannya dengan perkembangan obyek meditasi. Nimitta ini ada tiga macam,
yaitu:
1. Parikamma-Nimitta (gambaran batin permulaan)
2. Uggaha-Nimitta (gambaran batin mencapai)
3. Patibhaga-Nimitta (gambaran batin berlawanan)
Tiga macam Bhavana
Dalam meditasi, tedapat tiga macam
tingkatan perkembangan batin, yaitu:
1. Parikamma-Bhavana (perkembangan batin tingkat pendahuluan)
2. Upacara-Bhavana (perkembangan batin tingkat mendekati konsentrasi)
3. Appana-Bhavana (perkembangan batin tingkat terkonsentrasi dengan kuat)
Pengertian Jhana
Jhana berarti kesadaran/pikiran yang memusat dan
melekat kuat pada obyek kammatthana/meditasi, yaitu kesadaran/pikiran
terkonsentrasi pada obyek dengankekuatan Appana-samadhi (konsentrasi yang
mantap, yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada obyek dengan kuat).[12]
Jhana merupakan keadaan batin yang sudah di luar
aktivitas panca indera.Keadaan ini hanya dapat dicapai dengan usaha yang ulet
dan tekun. Dalam keadaan ini, aktivitas panca idera berhenti, tidak muncul
kesan-kesan penglihatan maupun pendengaran, pun tidak muncul perasaan badan
jasmani. Walaupun kesan-kesan dari luar telah berhenti, batin masih tetap aktif
dan berjaga secara sempurna serta sadar sepenuhnya.
Jhana hanya mampu menekan atau mengendapkan kekotoran
batin untuk sementara waktu.Ia tidak dapat melenyapkan kekotoran batin.
Sewaktu-waktu jhana dapat merosot, karena jhana tidak kekal.
Faktor-faktor Jhana
Di dalam memasuki Jhana-jhana, timbillah faktor-faktor
jhana yang memberi corak dan suasana bagi tiap-tiap jhana itu. Faktor-faktor
jhana tersebut ada lima macam, yaitu:
1. Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan permulaan
untuk memegang obyek.
2. Vicara, ialah gema pikiran, keadaan pikiran dalam memegang obyek dengan
kuat.
3. Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
4. Sukha, ialah kebahagiaan yang tidak terhingga.
5. Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.
Tingkat-tingkat Jhana
Menurut Sutta Pitaka, terdapat delapan
tingkatan Jhana, yaitu empat rupa jhana dan empat arupa Jhana, sedangkan
menurut Abhidhamma, terdapat Sembilan tingkat Jhana, yaitu lima ripa jhana dan
empat arupa jhana. Dalam Abhidhamma, tingkat rupa jhana ada lima, karena hal
ini disesuaikan menurut keadaan, menurut bagian, dan jumlah kesadaran yang
berada dalam rupavacarita-citta, sebab kesadaran dari manda-puggala (orang yang
tidak cerdas) tidak dapat melihat kekotoran dari vitakka dan vicara kedua-duanya
ini sekaligus dalam waktu yang sama, hanya dapat membuang 'keadaan batin'
satu-persatu, yaitu dutiya-jhana membuang vitakka, dan tatiya-jhana membuang
vicara. Tetapi tikkha-puggala (orang yang cerdas) mampu menyelidiki dan melihat
kekotoran dari vitakka dan vicara sekaligus dalam waktu yang sama, dan membuang
vitakka vicara sekaligus. Karena itu dalam Sutta-pitaka, tingkat rupa jhana ada
empat.[13]
Tingkatan jhana, menurut
Abhidhamma, terdiri atas:
1. Pathama-jhana, ialah jhana tingkat pertama.
Keadaan batinnya terdiri dari lima corak,
yaitu vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2. Dutiya-jhana, ialah jhana tingkat kedua.
Keadaan batin yang terdiri dari empat
corak, yaitu vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
3. Tatiya-jhana, ialah jhana tingkat ketiga.
Keadaan bati terdiri dari tiga corak, yaitu
piti, sukha, ekaggata.
4. Ctuttha-jhana, ialah jhana tingkat keempat.
5. Pancama-jhana, ialah jhana tingkat kelima.
Keadaan bati terdiri dari dua corak, yaitu
upekkhadan ekaggata.
6. Akasanancayatana-jhana, ialah keadaan dari konsepi ruang yang tanpa
batas.
7. Vinnanancavatana-jhana, ialah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tak
terbatas.
8. Akincannayatana-jhana, ialah keadaan dari konsepsi kekosongan.
9. Nevasannasannayata-jhana, ialah keadaan dari kensepsi bukan pencerapan
pun tidak bukan pencerapan.
Tingkatan jhana, menurut Sutta-pitaka,
terdiri atas:
1. Pathama-jhana, ialah jhana tingkat pertama, dimana nivarana telah dapat
di atas dengan saksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah vitakka, vicara,
piti, sukha, dan ekagatta.
2. Dutiya-jhana, ialah jhana tingkat kedua, dimana vitakka dan vicara mulai
lenyap, karena kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua. Faktor-faktor
jhana yang masih ada adalah piti, sukha, dan ekaggata.
3. Tatiya-jhana, ialah jhana tingkat ketiga, dimana piti mulai lenyap,
karena piti ini masih terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor jhana yang
masih ada adalah sukha dan ekaggat.
4. Catuttha-jhana, ialah jhana tingkat keempat, dinama sukha mulai lenyap
karena faktor ini masih terasa kasar
untuk jhana keempat. Di dalam jhana keempat ini hanya ada faktor
ekaggata dan ditambah dengan upekkha (keseimbangan batin).
5. Akasanancayatana-jhana.
6. Vinnancayatana-jhana.
7. Akincannayatana-jhana.
8. Nevasannanasannayatana-jhana.
Lima macam vasi
Vasi berarti keahlian
atau kemahiran atau kemampuan untuk mengolah jhana.
Jika seseorang telah
mencapai jhana tingkat petama (pathamma-jhana), kemudian ia ingin mencapai
jhana-jhana tingkat selanjutnya, maka ia haris mempunyai lima macam vasi.
Kelima macam vasi
tersebut ialah:
1. Avajjana-vasi, yaitu keahlian dalam pemikiran untuk memasuki jhana
menurut kehendaknya.
2. Samapaijana-vasi, yaitu keahlian dalam memasuki jhana.
3. Aditthana-vasi, yaitu keahlian dalam menentukan berapa lama hendak
berada dalam jhana.
4. Vutthana-vasi, yaitu keahlian dalam 'keluar'dari jhana.
5. Paccavekkhana-vasi, yaitu keahlian dalam peninjauan terhadap jhana.
Enam macam Abhinna
Abhinna berarti
kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin.
Abhinna akan timbul
dalam diri orang yang telah mencapai jhana-jhana, dimana jhana tingkat keempat
(catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya abhinna ini. Namun, hal ini
juga tergantung pada kusala-kamma (perbuatan baik) dari kehidupan yang
lampau.Mengenai obyek meditasi yang dapat menimbulkan abhinna ialah hanya
sepuluh kasina.
Abhina itu ada enam
macam dan dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu abhinna yang duniawi atau
lokiya dan abhinna yang di atsa duniawi atau lokuttara.
Abhinna yang duniawi
(lokiya-abhinna) terdiri atas lima macam, yaitu:
1. Iddhividhanana-jhana, sering disebit kekuatan gaib atau kekuatan magis
atau kesaktian. Ini terbagi lagi atas beberapa macam, yaitu:
a. Adhitthana-iddhi, ialah kemampuan untuk mengubah diri dari satu menjadi
banyak atau dari banyak menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, ialah kemampuan untuk berubah bentuk, seperti menjadi
anak kecil, raksasa, ular, atau membuat diri menjadi tidak tampak.
c. Manomaya-iddhi, ialah kemampuan menciptakan dengan menggunakan pikiran,
seperti menciptakan itana, taman, harimau, wanita cantik, dan lain-lain.
d. Nanavipphara-iddhi, ialah kemampuan untuk menembus ajaran melalui
pengetahuan.
e. Samadhivipphara-iddhi, ialah kemampuan memancarkan melalui konsentrasi,
yaitu:
-
Kemampun menembus dinding, pagar, gunung.
-
Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam
ke dalam air.
-
Kemampuam berjalan di atas air bagaikan
berjalan di atas tanah yang padat.
-
Kemampuan terbang di angkasa seperti
burung.
-
Kemampuan melawan api.
-
Kemampuan menyentuh bulan dan matahari
dengan tangannya.
-
Kemampuan memanjat puncak dunia sampai kea
lam brahma.
2. Dibbasotanana (telinga dewa), ialah kemampuan untuk mendengar
suara-suaradari alam lain.
3. Cetopariyanana atau paracittavijanana, ialah kemampuan untuk membaca
pikiran makhluk lain.
4. Dibbacakkhunana atau cutupapatanana (mata dewa), ialah kemampuan
untuk melihat alam-alam halus dan muncul
lenyapnya makhluk-makhluk yang tumimbal lahir sesuai dengan karmanya
masing-masing.
5. Pubbenivasanussatinana, ialah kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir
yang lampau dari diri sendiri dan orang lain.
PENUTUP
Meditasi
berasal dari kata Pali: bhavana yang lebih tepat diterjemahkan sebagai
“pengembangan batin”. Meditasi adalah membiasakan diri kita agar senantiasa
mempunyai sikap yang positif, Sesuai
dengan maknanya, meditasi bertujuan untuk mengembangkan mental untuk mencapai
tujuan tertentu tergantung dari teknik yang dilakukan, antara lain untuk
ketenangan batin, meningkatkan daya fikir dan mengembangkan sifat-sifat, mental
bahkan untuk mencapai kebijaksanaan atau pandangan terang akan segala sesuatu
sebagai mana adanya.Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan
Bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan fikiran pada suatu obyek.
Bhavana dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
3. Samatha Bhavana, berarti pengembangan ketenangan batin.
4. Vipassana Bhavana, berarti pengembangan pandanga terang.
Orang yang baru belajar meditasi sebaiknya mencari tempat yang cocok
untuk melakukan meditasi. Tempat itu adalah tempat yang sunyi dan tenang, bebar
dari gangguan orang-orang di sekitarnya, bebas dari gangguan nyamuk.
Sebelum
melaksanakan medirasi, sebaiknya dimintai petunjuk atau nasihat daru guru
meditasi atau mereka yang telah berpengalaman mengenai meditasi, agar dapat
dicapai sukses dalam bermeditasi.
DAFTAR PUSTAKA
·
Dhammananda,
K. Sri. Meditasi untuk Siapa Saja,___:
KARANIYA, 2003
·
Diputhera, Oka. Meditasi II,
Jakarta: Vajra Dharma Nusantara, 1992
·
Hoay, Kwee Tek. Meditasi dan Sembahyang,
Jakarta:_____, 1991
·
Kaharuddin, J. Pandit. Bhavana,
Jakarta:____, 1976
·
Kaharuddin, J. Pandit. Diktat Citta,
__________
·
Thera, Ven. Nyanatiloka Maha. Hidup
Bebas, Bahagia, Surabaya: _____, 1962
0 komentar:
Posting Komentar