This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 11 Juni 2018

Alamat Kantor Berita

(Newsroom Fajar Indonesia, Fajar Indonesia News Online : fin.co.id)

PT. PORTAL INDONESIA MEDIALantai 4 Graha L9, Jalan Kebayoran Lama Pal 7, Nomor 17, Jakarta Selatan.


Rabu, 22 November 2017

Franz Magnis Suseno: Agama Harus Jadi 'Rahmatan Lil Alamin'

Belakangan ini kondisi bangsa Indonesia kian memprihatinkan. Masuknya ancaman radikalisme, terorisme dan separatisme di tanah air membuat sedikitnya masyarakat terpecah belah. Dalam situasi ini, Pancasila sebagai ideologi terbuka tengah diuji ketahanannya dalam membentengi keutuhan NKRI.

Belum lagi, muncul gerakan organisasi transnasional yang massif mengkampanyekan sebuah ideologi selain Pancasila. Gerakan ini mengusung sistem pemerintahan yang bertentangan  dari prinsip demokrasi yang dianut Indonesia.

Selain itu, penegakan hukum dan peraturan dinilai masih sangat lemah dan tidak adil. Ini membuat sebagian besar masyarakat merasa terdiskriminasi sehingga melakukan pola-pola penghujatan dan merongrong kewibawaan Pemerintah dan Ideologi Negara. Fakta diatas menimbulkan keresahan dalam diri Budayawan Indonesia sekaligus Rohaniawan Katolik, Franz Magnis Suseno.

Romo Magnis, demikian sapaan akrabnya, mengakui secara gamblang bahwa dalam dekade terakhir ancaman radikalisme dan ekstrimisme memang menyebar luas di Indonesia. Dari ujung Sabang hingga Merauke, ia meyakini ada banyak masyarakat yang mulai menginginkan perubahan atas konstitusi negara dewasa ini. Hal ini, dia sampaikan saat berbincang hangat dengan redaksi Monitor di Gedung Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta.

Berikut ini cuplikan wawancara bersama Romo Magnis, sang peraih penghargaan Kanisius Award.

Bagaimana Anda melihat kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini?

Satu hal yang saya soroti, bagi sebagian besar bangsa Indonesia hidup ini masih keras. Mungkin dari 50 persen, bangsa kita adalah orang yang tak lagi miskin tapi masih jauh dari standar sejahtera. Hidup mereka setiap hari harus membawa makanan untuk anak-anak, dan memastikan anak-anak mereka bisa makan dan bertahan hidup.

Masyarakat dengan ekonomi menegah kebawah, berpotensi menjadi sasaran radikalisme?

Ya betul. Masyarakat yang demikian memiliki kecenderungan ke arah sana. Mereka yang mengalami upaya diskriminasi atau ketidakadilan sosial pasti akan mudahnya terpengaruh paham-paham seperti ini.

Apa saja faktor yang menyebabkan mudahnya paham radikalisme atau ekstrimisme masuk di Indonesia?

Banyak sekali. Salah satunya yang tadi saya katakan, adanya ketidakadilan sosial. Ini gawat sekali. Apabila ada sekelompok orang yang tengah berjuang di tengah sebuah persaingan, namun ia kalah karena sebuah sistem yang mengikat, dampaknya apa? Ia akan menarik diri dari lingkungan tersebut.

Seseorang akan begitu mudahnya terjerumus paham-paham semisal radikal. Makanya, negara ini perlu menaikkan tingkat keadilan sosial. Karena seseorang apabila diperlakukan secara tidak adil pasti hasilnya akan negatif. Jadi keadilan itu penting menurut saya.

Kedua, menurut saya hal paling serius adalah masalah korupsi. Secara tidak langsung, korupsi ini mulai menggerogoti integritas para pejabat kita. Tidak semuanya bisa menjadi role model atau panutan bagi rakyatnya. Tidak bisa jadi contoh yang baik, kan ini memalukan. Upaya membangun peradaban yang baik, simbolnya justru tidak ada.

Bayangkan saja, pemerintah misalnya ingin membangun jembatan besar dengan sekian anggaran. Lalu mereka korup. Dalam sepuluh tahun kemudian, fungsi jembatan ini tidak akan bertahan lama, bagi saya ini hanya membuang-buang anggaran saja. Dampaknya? Banyak. Terutama bagi kalangan yang ‘sakit hati’ melihat perilaku para pimpinan negerinya seperti ini.

Sejauh ini, bagaimana peran pemerintah dalam menangani masalah radikalisme dan terorisme?

Bagi saya, orang-orang yang menjurus ke arah terorisme, mereka itu adalah suatu minoritas yang sangat kejam. Dan menurut saya, negara ini sudah cukup optimal dalam menindak para pelaku (radikalisme dan terorisme). Secara punishment, ini juga harus ditindak keras, dan saya kira negara sudah efektif melakukan hal itu.

Saya pun mengakui, paham-paham ini memang sulit diberangus hingga akar-akarnya, karena Indonesia ini negara yang sangat besar. Dari ujung Sabang sampai Merauke, selalu akan muncul benih-benih terorisme. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah, sebagian masyarakat yang tidak mengikuti terorisme dan lain sebagainya, dan juga mereka yang tidak menghormati hak-hak para minoritas.

Pada dasarnya, semua agama tidak akan mengajarkan hal demikian. Makanya, kita juga tak perlu takut, dari jutaan masyarakat Indonesia mungkin hanya seribu orang yang mengikuti kepercayaan dari pemimpin spiritual yang sesat. Ini masih bisa kita kendalikan. Makanya, negara juga harus hadir untuk betul-betul mendidik masyarakat supaya tidak ketularan hal seperti itu.

Setiap Agama mengajarkan kebaikan. Dalam konteks ini, apakah tokoh-tokoh agama di Indonesia sudah melakukan upaya pencegahan terhadap tindakan radikalisme di kalangan umat beragama?

Setiap agama pasti akan mengajarkan nilai-nilai yang bagus. Saya yakin itu, baik di Islam, Protestan, Katolik, Budha, Hindu hingga Konghucu. Kami sendiri bersama tokoh agama lainnya sudah sering melakukan dialog dan bersama-sama membahas hal ini, bersama tokoh Muhammadiyah atau NU dan kalangan lainnya. Bagaimana membentengi umat kita agar tidak terjerumus pada hal-hal demikian

Saya sendiri sangat terkesan dengan apa yang ditemukan dalam Al-Qur’an yaitu agama seharusnya menjadi rahmatan lil aalamin. Berati adanya agama harus terasa seperti rahmat, sebagai sesuatu yang mengenakkan yang menyejukkan dan positif. Ini akan membuat pemeluknya merasa nyaman dan damai. Saya mengharapkan juga, kehadiran Katolik disini bukan dilihat semata-mata sebagai saingan, tapi sebagai masyarakat Indonesia yang saling mendukung antara umat satu dengan lainnya.

www.monitor.co.id

Jumat, 07 Juni 2013

Eisai dan sekte rinzai

Eisai (1141-1215) mengkombinasikan dalam dirinya sendiri pendirian sosial dan keberagamaan dari Heian dan Kamakura. Sebagai seorang biarawan muda Tendai, ia merasa patah harapan menyadari penurunan persepsi Buddha tradisional dan pelajaran-pelajaran kebiaraan di Pegunungan Hiei. Penekanan gurunya bukanlah pada sebuah “keyakinan keselamatan” sebagaimana di aliran-aliran Honen, Shinran, dan Nichiren. Tujuan utamanya adalah dengan purifikasi (pemurnian) dan pemulihan keagungan Buddhisme tradisional di Jepang. Ia hidup pada masa ketika para biarawan dan pendeta terhimpun dalam kekuatan dan keberlimpahan, suatu kondisi dimana para aristrokrat beranggapan bahwa mengundang para bhiksu tampan bersuara merdu untuk menyanyikan sutra-sutra terdahulu merupakan sebuah hiburan.
Untuk mempelajari tradisi sebenarnya dari Tendai

Kamis, 06 Juni 2013

Peta Penyebaran Agama Budha






Di atas Merupakan  peta penyebaran agama Buddha hingga abad ke 6M. Berdasarkan tersebut, Agama Buddha telah tersebar ke berbagai penjuru dari negeri asalnya, India. Sejak abad pertama, Buddha telah sampai ke kawasan Asia Tengah--daerah-daerah yang sekarang menjadi Mongolia, Uzbekistan, dan lain sebagainya--juga sebagian Cina. tapi perjalanan ke Cina daratan,
Abad ke 4-5M, Agama Buddha telah menyebar melalui Mongolia dan Kawasan Asia Tengah serta Pegunungan Himalaya, selanjutnya dari Cina tersebar ke Korea dan Jepang. Sementara ke tenggara, pada abad ke 5-6 hingga Indonesia dan Thailan, dari Thailand perjalanan dilanjutkan ke Cina. Kawasan-kawasan sekitar India, Seperti Nepal, Tibet dan Sri Lanka yang kini bisa disebut sebagai negara-negara Buddhis, telah mendapat pengaruh agama Buddha sejak abad pertama Masehi.
sumber dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat di
  Buddhist Conversion, lasalle 

LINK e-book

Berikut daftar link buat kamu-kamu semua yang ingin download atau cuma liat-liat doang yo....
monggo..
Every day is a Fine day an ebook by Keido Fukushima
IBPZ English
How to Practice Zazen
Koan Zen
Koans

Rabu, 05 Juni 2013

tripitaka



1. Pengertian Tripitaka
Setiap agama memiliki sumber ajaran yang menjadi pedoman dalam melakukan peribadatan. Sumber itu bisa berasal dari “wahyu” Tuhan atau catatan-catatan yang berasal dari pembawa agama tertentu. Sumber itu biasa disebut sebagai Kitab Suci. Kitab Suci ini dianggap sakral karena memiliki nilai yang luhur dan suci.
Dalam Agama Buddha yang menjadi sumber dan pedoman dalam melakukan peribadatan adalah Tripittaka. Arti dari pittaka itu sendiri adalah keranjang. Konon, saat mengumpulkan lembaran-lembaran Kitab Suci Tripittaka yang tertulis di lontar-lontar kemudian dikumpulkan dalam keranjang-keranjang. Kitab itu berisi pidato-pidato dan ajaran Buddha Gautama yang dikumpulkan oleh para muridnya setelah Buddha meninggal dunia. Dibanding dengan Weda, Tripittaka mudah sekali dipahami oleh rakyat, karena ditulis dalam bahasa Pali, bahasa rakyat di daerah Moghad, tempat Buddha bertapa mencapai pencerahan (hikmat), sedang kitab Weda tertulis dalam bahasa Sangskerta, bahasa Arya yang dirasa terlalu tinggi oleh rakyat biasa. Namun, sesuai perkembangan zaman Tripittaka pun akhirnya ditulis dalam bahasa Sanskerta.
2. Sejarahnya Penulisan Tripittaka
Beberapa minggu setelah Sang Buddha wafat (483 SM), seorang Bhikku tua yang tidak disiplin bernama Subhaddha berkata, “Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi” (Vinaya Pittaka II, 284). Maha Kassapa Thera setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha.
Dengan bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha, 500 orang Arahat berkumpul dari Gua Sattapanni dekat Rajagaha untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusun secara sistematis. Yang Ariya Ananda siswa terdekat Sang Buddha, mendapat kehormatan untuk mengulang kembali khotbah-khotbah Sang Buddha dan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya (peraturan-peraturan). Dalam Pesamuan Agung I inilah dikumpulkan seluruh ajaran Sang Buddha seperti tersebut dalam Kitab Suci Tripittaka (Pali) disebut Pemeliharaan Kemurnian Ajaran sebagaimana sabda Sang Buddha yang terakhir,”Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”.
Pada mulanya Tripittaka (Pali) ini diwariskan atau diajarkan secara oral (lisan) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok Bhikku yang hendak berniat mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini, para Bhikku yang ingin mempertahankan Dhamma-Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha Gotama menyelenggarakan Pesamuan Agung II dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, di mana isi Kitab Suci Tripittaka (Pali) diucap ulang oleh 700 orang Arahat. Kelompok Bhikku yang memegang teguh kemurnian Dhamma-Vinaya ini menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Theravada. Sedangkan kelompok Bhikku yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelag Sang Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi dua mazhab besar yaitu, Theravada dan Mahayana.
Pesamuan Agung ketiga diadakan di Pattaliputta (Patna) pada abad ketiga sesudah Sang Buddha wafat sekita 249 SM, dengan pemerintahan di bawah Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar ini memeluk Agama Buddha dan dengan pengaruhnya banyak membantu menyebarkan Dhamma ke seluruh wilayah kerajaan. Pada masa itu, ribuan gadungan (penyelundup ajaran gelap) masuk ke dalam Sangha dengan maksud menyebarkan ajaran-ajaran mereka sendiri untuk menyesatkan umat. Untuk mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung dan membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain.
Dalam Pesamuan Agung ketiga ini, 100 orang Arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tripittaka (Pali) selama sembilan bulan. Dari titik tolak Pesamuan inilah Agama Buddha dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya.
Pesamuan Agung Keempat diadakan di Aluvihara (Srilanka) di bawah lindungan Raja Vattaqamani Abhaya pada permulaan abad keenam sesudah Sang Buddha wafat sekitar 83 SM. Pada kesempatan itu Kitab Suci Tripittaka (Pali) dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan ini adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma-Vinaya.
Selanjutnya, Pesamuan Agama Kelima diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah wafat Sang Buddha wafat (1871) dengan bantuan Raja Mindon. Kejadian penting pada waktu itu, adalah Kitab Suci Tripittaka (Pali) diprasastikan pada 727 buah lempengan marmer (batu pualam) dan diletakan di bukit Mandalay.
Persamuan Agung keenam diadakan di Rangoon pada hari Visakha Puja tahun Buddhis 2498 dan berakhir pada tahun Buddhis 2500 (tahun Masehi 1956). Sejak saat itu penterjemahan Kitab Suci Tripittaka (Pali) dilakukan ke dalam beberapa bahasa Barat.
Sebagai pengetahuan tambahan, dapat dikemukakan bahwa pada abad pertama sesudah Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok Theravada. Bertitik tolak pada Pesamuan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana berkembang di India dan kemudian menyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pesamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sansekerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tripittaka (Pali).
Dengan demikian, Agama Buddha mazhab Theravada dalam pertumbuhannya sejak pertama sampai sekarang, termasuk di Indonesia, tetap mendasarkan penghayatan dan pembabaran Dhamma-Vinaya pada kemurnian Kitab Suci Tripittaka sehingga dengan demikian tidak ada perbedaan dalam hal ajaran antara Theravada di Indonesia, Thailand, Srilanka, Burma maupun di negara-negara lain.
Sampai abad ketiga setelah Sang Buddha wafat mazhab Sthaviravada terpecah menjadi 18 sub mazhab, antara lain : Sarvastivada, Kasyapiya, Mahisasaka, Theravada dan sebagainya. Pada dewasa ini 17 sub mazhab Sthaviravada itu telah lenyap. Yang masih berkembang sampai sekarang hanyalah mazhab Theravada (ajaran para sesepuh). Dengan demikian, nama Sthaviravada tidak ada lagi. Mazhab Theravada inilah yang kini dianut oleh negara-negara Srilanka, Burma, Thailand dan kemudian berkembang di Indonesia dan negara-negara lain.
3. Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abidhama Pitaka dan Bagian-Bagiannya
Menurut Harun Hadiwidjono seorang pendeta Protestan dalam bukunya Agama Hindu dan Buddha, dinamakan Tripittaka, karena memang kitab itu merupakan tiga himpunan pidato Buddha, yang masing-masing pittaka itu mempunyai arti. Diantaranya :
1. Winayapittaka berisi berbagai hukum dan peraturan dalam kehidupan para penganut Buddha. Peraturan-peraturan itu untuk mengatur tata tertib sangha atau jemaat, kehidupan sehari-hari para biksu atau bhikku atau rahib, dan sebagainya (Harun Hadiwidjono, 2010:63). Kitab ini terdiri atas Sutra Vibanga, Khandaka, dan Parivawa.
2. Sutrantapittaka, berisi pidato-pidato dan wejangan Buddha. Sutra (bahasa Sansakerta) atau Sutta (bahasa Pali) mempunyai arti sederhana yaitu ‘benang’. Asal kata sastra pun diambil dari katta sutta. Yang dimaksud benang adalah tali halus yang dipintal dari kapas atau sutera, yang gunanya untuk menjahit atau merangkai sesuatu. Sutrantapittaka terbagi lima antara lain, Dighanikaya, Majjhimanikaya, Angutaranikaya, Samyuttanikaya, dan Khuddakanikaya.
3. Abbidharmapittaka, berisi penjelasan dan uraian tentang keagamaan. Selain itu, di dalamnya dibahas pula filsafat dan metafisika, juga sastra, memberikan definisi kata-kata BuddhaDharma, dan penjelasan terperinci mengenai filsafat dengan sistematis, memantapkan suatu metode mengenai latihan spiritual oleh para sesepuh dari aliran atau sekte pada waktu itu, kumpulan dari kitab Abidharma ini dinamakan AbidharmaPitaka. Kitab ini terbagi kepada tujuh buah buku (pakarana), yaitu : dhammasangani, vibhanga, dhatukatha, puggallapannatti, kathavatthu, yamaka, dan patthana.

aliran tantrayana, mahayana, vajrayana



A.  Pendahuluan
            Agama Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah sadar” dalam bahasa Sanskerta dan Pali). Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan (avidyā), kehausan/napsu rendah (taṇhā), dan penderitaan (dukkha), dengan menyadari sebab musabab saling bergantungan dan sunyatam dan